Kata orang, menginjak usia 27 tahun adalah batas waktu yang tepat untuk memulai karir.
Umumnya, seorang laki-laki akan mulai memikirkan karir paling lambat setelah menginjak usia 27 Tahun. Bisa dibilang itu memang hanya asumsi yang bertebaran di sosial media melalui cuplikan film “3 Hari Untuk Selamanya”. Kata Nikolas Saputra, saat usia 27 tahun kamu akan mengambil keputusan penting yang akan mengubah hidupmu.
Rasanya, apa yang disampaikan ada benarnya. Menginjak usia ini, tidak sedikit kenangan, pengalaman, peristiwa penting bahkan perihnya kegagalan yang telah dilalui. Tentu, menuju usia kepala 3 tentu bukan hal yang mudah. Sudah seyogyanya kita harus berjuang lebih keras dan lebih cerdas. Konon, kita yang dulu bisa memiliki banyak waktu untuk sekedar melakukan hal sepele, saat ini sudah mulai harus lebih bijak dalam memilih skala prioritas.
Setidaknya, saya sepakat bahwa memulai karir di usia 27 memang ideal. Tidak terlalu cepat ataupun lambat. Sangat pas bagi saya yang sebatas “warga sipil” yang “biasa aja”. Tahun 2025 ini, saya harus memikirkan dan memiliki beberapa komitmen dan tujuan yang harus dicapai.
Mengingat apa yang telah dilalui hingga detik ini, mulai pahitnya kegagalan dan nikmatnya kesuksesan terkadang bikin kita dilema. Mana jalan yang harus dipilih? Belum lagi tanggung jawab yang harus kita pegang dengan baik. Jadi, mari kita mulai merancang Apa saja yang Perlu dilakukan pada Tahun 2025.
Flashback
Terakhir kali saya mempublikasikan resolusi adalah tahun 2023. Melalui postingan, Resolusi Tahun 2023: Mengawali kehidupan di seperempat abad. Ada hal menarik dalam hidup saya semenjak menjadi mahasiswa. Saya memiliki kekhawatiran pada tahun ganjil.
Bagi saya, tahun ganjil adalah tahun titik balik: tahun penuh berjuang dan akan kita tuai pada tahun genap. Ya semacam petani, satu tahun menanam padi, satu tahun menuai hasil. Satu tahun menanam mimpi, satu tahun menuai prestasi. Begitulah. Ya, meski terkadang ada beberapa hasil yang baru kita tunai di tahun berikutnya.
Sejauh ini, saya sangat menikmati kehidupan: baik suka maupun dukanya. Kata Almarhum Ustadz Arif dulu, “Bukan kita yang hebat, tapi Allah yang Memudahkan”. Benar memang, setiap pilihan dan tindakan yang dipilih hingga detik ini, Allah memudahkan.
Pertanyaannya, memulai tahun 2025 ini, hal apa saja yang hendak kita lakukan? Mari kita mulai Chapter bapak-bapak usia 27 tahun.
Pencapaian
Sejak tulisan resolusi tahun 2023, Alhamdulillah semuanya sudah tercapai.
Saat ini, domisili saya berpindah dari Malang menuju ke Jakarta. Tidak pernah terencana sebelumnya akan hidup di Ibu Kota Negara Indonesia. Bagi keluarga saya, ini adalah capaian dan pilihan yang besar, sebab tidak ada satu keluarga pun yang tinggal disini. Keluarga kami banyak tinggal di Jawa Timur: Probolinggo, Lumajang dan Malang.
Tak hanya itu, sejak tahun kemarin, saya juga telah memiliki keluarga sendiri. Saya sebagai seorang ayah, istriku yang dulu juga pacar pertamaku dan Allah memberikan kami anugrah berupa anak di tahun yang sama.
Dua keluarga juga sudah bersatu dan kami juga sudah memiliki keluarga kecil. Menyenangkan rasanya atas segala hal yang telah dilalui hingga detik ini.
Mari Kita Capai di Tahun 2025
Cita-Cita
Di hati kecil saya, keinginan untuk menjadi seorang akademisi sangat besar. Namun, saya tidak bisa menutupi rasa khawatir yang muncul. Industri pendidikan di negara kita, sayangnya, masih jauh dari kata ideal. Jika merujuk pada Teori Kebutuhan Maslow, masih banyak pendidik yang belum mencapai tingkat kesejahteraan yang layak.
Saya sendiri memulai karier benar-benar dari bawah—bekerja sebagai tenaga kontrak dan freelancer saat masih menjadi mahasiswa, menjadi Tenaga Ahli non-ASN di Pemerintah Daerah, hingga akhirnya berstatus sebagai PPPK di Instansi Pusat. Berdasarkan pengalaman saya, gaji seorang dosen atau guru tidak jauh berbeda dari yang pernah saya alami sebelumnya.
Meski demikian, saya memandang bahwa pendidikan dan menjadi seorang pendidik bukan sekadar pekerjaan. Menjadi guru atau dosen adalah salah satu bentuk pengabdian. Saya percaya bahwa ilmu yang bermanfaat akan menjadi bekal berharga saat yaumul hisab tiba. Menjadi guru atau dosen, bagi saya, adalah salah satu cara untuk mengamalkan dan memfasilitasi ilmu tersebut.
Karir
Saya ingin menjalani karier sebagai seorang pendidik sekaligus praktisi IT, tanpa mengesampingkan hidup sesuai dengan hobi. Mulai produktif dalam menulis, berbagi pengalaman, dan sharing hal-hal bermanfaat dengan orang lain menjadi salah satu tujuan saya. Melalui pekerjaan, saya berharap bisa memberikan dampak positif yang lebih luas.
Dengan pengalaman yang sudah saya miliki, saya juga ingin merintis bisnis yang lebih berkembang dan ekspansif. Harapannya, pekerjaan tidak menyita terlalu banyak waktu, sehingga saya tetap bisa menjalani hidup bersama keluarga. Tidak perlu muluk-muluk—cukup memiliki kehidupan yang sederhana tapi bermakna.
Bisnis
Bikinkarya Creative Labs adalah langkah kecil kami yang cukup menjanjikan. Meski tidak besar, usaha ini sudah berhasil membiayai separuh kebutuhan pernikahan kami hingga saat ini. Kebetulan, saya dan istri sama-sama penerima beasiswa Bidikmisi, yang sejak awal memang harus berjuang dari bawah.
Ke depan, kami berencana untuk melakukan ekspansi, dari jasa menuju produk. Fokusnya tetap di bidang pendidikan dan pelatihan. Kami ingin menciptakan produk yang bermanfaat dengan harga yang ramah di kantong, agar lebih banyak orang bisa menikmatinya. Cita-citanya sederhana: memastikan pendidikan tidak lagi terhalang oleh keterbatasan teknologi. Kami ingin menghadirkan solusi teknologi yang terjangkau untuk semua kalangan.
Salah satu ide besar yang sedang kami siapkan adalah platform bernama Waktunya Belajar. Sebuah website yang terbuka untuk siapa saja yang memiliki kesadaran dan keinginan untuk belajar. Di sana, tidak ada paksaan. Kamu bebas belajar apa saja, kapan saja, dan membagikannya kepada siapa saja. Platform ini adalah bentuk bisnis sosial yang bertujuan membuka akses ilmu pengetahuan dari “persembunyiannya.”
Tagline kami adalah Menyebarkan Ilmu dari Persembunyian. Artinya, ilmu bisa didapatkan dari siapa saja, tanpa memandang gelar, jabatan, atau status seseorang. Yang terpenting, kita mengambil ilmu yang dibagikan dan memanfaatkannya sebaik mungkin.
Hobi
Ternyata, menjadi seorang ayah juga butuh memiliki hobi. Sayangnya, hobi itu seringkali tidak murah. Akhirnya, saya memutuskan bahwa hobi saya adalah berkarya. Saya suka mencoba berbagai perangkat, tentunya juga dengan tujuan memudahkan proses pembelajaran. Sebagai seseorang dengan latar belakang Teknologi Pendidikan (TEP), hal ini memang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup saya.
Ada tiga target yang ingin saya capai: penerapan IoT dalam pembelajaran, pengembangan Teknologi Pendidikan untuk UMKM, dan implementasi Sistem Otomasi. Tentu, semua ini membutuhkan banyak belajar dan persiapan untuk bisa terwujud.
Sepertinya membuat channel YouTube juga bisa menjadi ide yang menarik. Mendokumentasikan keseharian bukan hanya menjadi cara untuk menyimpan kenangan, tetapi juga peluang untuk berbagi pengalaman berharga dengan orang lain. Dengan begitu, cerita yang kita jalani bisa menjadi inspirasi, pelajaran, atau bahkan hiburan bagi mereka yang menontonnya.
Keluarga
Di usia 27 tahun ini, saya resmi menjadi seorang ayah—momen yang tidak akan pernah saya lupakan. Ketika melihat anak saya lahir ke dunia, ada perasaan haru, syukur, dan bahagia yang bercampur jadi satu. Awalnya, saya sempat ragu apakah bisa hadir di momen tersebut, mengingat jarak yang cukup jauh antara Jakarta dan Probolinggo. Ada kekhawatiran apakah saya akan tiba tepat waktu untuk menyaksikan momen penting itu. Namun, Alhamdulillah, saya dikelilingi oleh orang-orang baik yang membantu dan mendukung saya hingga akhirnya bisa sampai di sana.
Saya merasa sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk melihat kelahirannya, mengazani, dan menggendongnya untuk pertama kali. Dalam hati, saya berdoa semoga ia tumbuh menjadi anak yang hebat, penuh kebaikan, dan jauh lebih baik dari ayah maupun keluarganya. Menyaksikan awal kehidupannya adalah sebuah pengingat bahwa peran saya sebagai ayah baru saja dimulai, dengan segala tanggung jawab dan cinta yang harus saya berikan. Semoga saya bisa menjadi sosok yang selalu mendukungnya sepanjang perjalanan hidupnya.
Setidaknya, itulah timeline yang akan kita kerjakan di Tahun 2025. Semoga bisa menjadi kenyataan.
Pendidikan itu harapan,
Teknologi itu jawaban.
Fitrah Izul Falaq
Seorang ayah yang berhutang budi pada negara.








